Featured Article

Sedikit Belajar Bahasa Sunda

Setelah kemaren membahas tentang Kujang Senjata Tradisional Sunda  sekarang sedikit mengenal bahasa sunda . Bagi sahabat yang tidak mengerti bahasa sunda tentu akan geli ketika mendengar percakapan orang sunda, karena bahasa yang di ucapkan terdengar aneh dan asing .


Bahasa Sunda adalah sebuah bahasa dari cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia . Bahasa ini dituturkan oleh sekitar 34 juta orang ( Sekitar 1 juta orang diluar negeri ) dan merupakan bahasa dengan penutur terbanyak kedua di indonesia. Dari segi linguistik , bersama bahasa baduy , bahasa sunda membentuk rumpun bahasa sunda, yang dimasukan kedalam rumpun Sunda -Sumbawa.Sejarah dan penyebarannya bahasa sunda dipertuturkan di sebelah barat pulau jawa, di daerah yang dijuluki Tatar Sunda / Pasundan .wikipedia

Dan bagi sahabat yang ingin mengenal sedikit tentang bahasa sunda yang diterjemahkan kedalam bahasa nasional saya berikan beberapa istilah saja . Dan tentu setiap daerah pasundan memiliki bahasa yang berbeda-beda , kesempatan kali ini saya terjemahkan dalam penuturan bahasa sunda di daerah Cianjur.

Haturnuhun : Terimakasih
Atos : Sudah
Dongkap : Datang
Ka Rorompok : Ke Rumah
Mangga : Silahkan
Kalebet : Ke Dalam
Aya-aya : Ada
Leueuten : Hidangan/Cemilan
Sareng : Dengan
Cai : Air
Herang : Putih
Kumaha : Bagaimana / Gimana
Damang : Sehat
Kaayaan : Keadaan
Salira : Kamu/Anda
Ayeuna : Sekarang 

Ini beberapa penuturan Ghalib/Guyub atau bahasa keseharian dengan tingkat kesopanan yang lumayan/Sedang dan bisa di jadikan penuturan bahasa untuk orang yang lebih tua , sesama atau yang lebih muda dari kita.

Kenapa bahasa sunda disebut kedua terbanyak dalam penuturan bahasanya ?? Untuk menuturkan satu karakter saja bisa beberapa bahasa :

Contohnya untuk kalimat Makan
Dengan bahasa Lemes ( Sopan ) = Tuang atau Neda , tergantung kepada siapa kita akan memakainya
Dengan bahasa garihal ( Kasar ) = Dahar , Nyatu , Lelebok , Ngawadang , Jajablog , Lolodok .

Tah sakitu nu kapihatur , malah mandar janten panambih ilmu pikeun urang sadayana 
Punten bilih aya bahasa anu te sapagodos sareng tetekon , maklum urang sunda nu teu nyakola

Kurang lebih kalau diartikan seperti ini :

Nah itu yang bisa dipersembahakan . mudah-mudahan bisa menjadi penambah ilmu untuk kita semua
Maaf kalau ada bahasa yang tidak sesuai dengan aturan/ketentuan , maklum orang sunda yang tidak berpendidikan



Kujang Senjata Tradisional Sunda

Seperti janji saya untuk menulis artikel tentang Kujang senjata tradisional sunda.
Kujang adalah senjata yang unik dari daerah jawabarat . Kujang diperkirakan mulai dibuat sekitar abad ke 8 / 9 , kujang terbuat dari besi , baja dan bahan pamor , panjang kujang sekitar 20 sampai 25 cm dan beratnya sekitar 300 gram.


Kujang merupakan senjata yang yang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan dan melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran.Menurut Sanghiyang Siksakanda ng Karesian pupuh XVII,kujang adalah senjata kaum petani dan memiliki akar pada pertanian masyarakat sunda.


Deskripsi , kujang dikenal sebagai benda tradisional masyarakat jawabarat yang memiliki sakral serta mempunyai kekuatan magis . Beberapa peneliti menyatakan bahwa kata kujang berasal dari Kudihyang ( Kudi dan Hyang ).

Kudi diambil dari bahasa sunda kuno artinya senjata yang mempunyai kekuatan ghaib sakti, sebagai jimat , penolak bala , misalnya untuk menghalau dari serangan musuh . Senjata ini juga disimpan sebagai senjata sementara Hyang bisa disejajarkan dengan pengertian dewa dalam beberapa mitologi . Namun bagi masyarakat sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan diatas dewa. Hal ini tercermin dari dalam ajaran " Desa Perbakti " yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian disebutkan " Dewa bakti dihyang "


Bagian Bagian Kujang
Karakteristik kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian antara lain : Papatuk/Congo ( Ujung kujang yang menyerupai panah ) , Eluk / Silih ( Lekukan pada bagian punggung ) , Tadah ( Lengkungan pada bagian perut ) , dan Mata ( Lubang kecil yang ditutupi emas atau perak ) . Selain bentuk atau karakteristik bahan kujang sangat unik karena cenderung tipis, bahannya bersifat kering , berpori dan mengandung unsur logam alam.


Dalam pantun Bogor kujang seperti yang dituturkan oleh Anis Djatisunda ( 996-2000 ) Kujang memiliki beberapa fungsi dan bentuk.Berdasarkan fungsi , kujang terbagi empat bagian : Kujang Pusaka ( Lambang keagungan dan pelindung keselamatan ) Kujang Pakarang ( Untuk berperang ) Kujang Pangarak ( Sebagai alat upacara ) dan Kujang Pamangkas ( Sebagai alat berladang ) . Sedangkan menurut bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago ( seperti ayam jago ) Kujang Ciung ( Menyerupai Burung Ciung ) Kujang Kuntul ( menyerupai burung kuntul ) Kujang Badak ( menyerupai badak ) Kujang Naga ( menyerupai binatang mitologi naga ) dan Kujang Bangkong ( menyerupai katak ) Disamping itu terdapat juga tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai lambang kesuburan.

Itulah sejarah singkat yang mudah-mudahan bisa menjadi pembelajaran akan khasanah nusantara .

Sumber : wikipedia dan sumber-sumber lainnya.

Lounching Link Banner Lebay

Tadinya malam ini aku bakalan posting tentang sejarah senjata khas sunda yaitu KUJANG tapi berhubung ada request dari teman baik ku yang katanya suruh buat link Banner , aku putuskan malam ini membuat nya sekaligus Lounching Link Banner ULIN KARUHUN  .Tapi sebelumnya mungkin banyak yang bertanya apa maksud atau arti dari nama Ulin Karuhun sebenarnya untuk orang sunda kata itu tidak asing tapi kalau sahabat bukan dari sunda tentu sangat asing mendengarnya.

ULIN KARUHUN 
ULIN : Bermain , Sedang bermain . Dan main disini bukan memainkan suatu permainan tapi ibarat kita sedang pergi ke rumah tetangga , sahabat atau ke suatu tempat.
KARUHUN : Berarti nenek moyang
Jadi definisi ULIN KARUHUN versi aku adalah Nenek Moyang yang sedang bermain ke semua orang / tempat ( anak cucunya ) untuk memberitahukan keaneka ragaman budaya , kesenian dan seluk beluk suku sunda dan kesundaan nya untuk mengingatkan bahwa mereka harus menjaga dan  melestarikannya , jangan sampai orang sunda melupakan PURWADAKSI nya.

PURWADAKSI
PURWA : Wiwitan = Asal dari mana
DAKSI : Wekasan = Dan pulang kemana 
Jangan lupa purwadaksi kalau mendengar orang sunda bilang kata-kata itu artinya kamu jangan lupa akan tempat asalmu dan tempat pulangmu ( Jangan seperti kacang lupa kulitnya ) 


Tapi sebenarnya nama ULIN KARUHUN adalah singkatan dari ULI ( di ambil dari nama kecil pacarku yULIyana dan untuk huruf N nya adalah nama panjang ku dari ruly jenar Nakula jadilah kata  ULIN dan KARUHUN singkatan dari KAmi beRUsaHa Untuk Nikah. Di blog ulinkaruhun yang terkena banned eyang google saya sudah berbagi kebahagian tentang pertunangan kami.

Inilah Kami serasi gak ?? hehe

Dan insyallah pada awal april 2013 ini kami akan membuktikan nama ULIN KARUHUN menjadi sebuah pernikahan yang semoga sakinah mawadah dan warahmah. Aku berharap sahabat semua mendo'a kan kami semoga lancar pada waktunya. Amienn

LOUNCHING LINK BANNER

Entah disebut lebay atau apa entahlah membuat link banner aja sampe segitunya tapi  ada kebahagian lain yang mendorong saya untuk berlaku seperti ini hehe.. Ini penampakan dari Link Banner ULIN KARUHUN


Dan bagi sobat yang ingin bertukar Link Banner , untuk mengambil kodenya silahkan mengunjungi tombol Link Exchange pada Home Page. Cukup sekian dan terimakasih telah bersama di Lounching Link banner ULIN KARUHUN

Award Ti Dulur

Siaran Wayang Golek sambil minum teh manis sama kulub hui cilembu mantapz brow hehe....Dan malam ini semakin  mantap ketika sahabat baik saya Dede Thea Presiden direktur Tentang Makanan memberikan award yang istimewa namanya VERSATILE BLOGGER


Ini sebuah penghargaan yang luar biasa buat blog ULIN KARUHUN karena dengan award ini semakin termotivasi untuk selalu memberikan yang terbaik.

Spesial Kang Dede :
" Haturnuhun pisan kang kana sagala rupi kasaean nana mugia mandar ngajanten keun pirigan kana duduluran manjangkeun babarayaan jeung estu dalingding jadi asih numandiri. Atuh akang sing kena ku bagja salawasna. Amienn .. "

Tujuh Pasifatan :
1. Jarang Mandi ( peuting )
2. Loba menta ( Ka pangeran )
3. Jarang Dahar ( Batu )
4. Cerewed ( Kana Kabeuneran  )
5. Hese jeung Liat ( Lamun dititah kana kagorengan )
6. Resep kana jaipongan .
7. Pikasebelen ( Jang nu nagih hutang ) hehe


Situs Gunung Padang ,Bukan Bangga Lalu Menjaga

Bukan Bangga Lalu Menjaga , kenapa tidak bangga lalu timbul keinginan untuk menjaganya malah merusak dengan mencurinya itulah yang dialami Situs Gunung Padang yang berada di Kabupaten Cianjur , Jawabarat . Keberadaan Situs Gunung Padang mulai ruksak karena ulah manusia , situs peninggalan kebudayaan megalitikum terbesar di Asia Tenggara semakin memprihatinkan karena ulah pengunjung yang seenaknya ditambah adanya berbagai kepentingan membuat struktur bangunan situs ruksak parah. Penelitian yang dilakukan Pusat Arkeolog Nasinal yang bekerjasama dengan Balai Arkeolog Bandung menemukan kerusakan teknis pada Situs Megalitikum Gunung Padang yang diperkirakan dibangun pada 2.500 - 1.500 Masehi.


Arkeolog Senior Moenardjito yang menjadi anggota tim penelitian , mengatakan , Pengunjung situs gunung padang setiap bulan bisa mencapai 16.000 orang perbulan dan pengunjung sebnayak itu menginjak-nginjak bangunan situs yang dibangun hanya dengan teknologi sederhana.


Kemampuan manusia yang masih rendah pada masa itu membuat situs berbentuk punden berundak itu didirikan dengan teknologi sederhana , akibat injakan struktur batu bergeser.


semakin parah karena banyak batu yang dipukul dengan batu lain hingga pecah dan pecahannya dibawa pulang kalau kata bahasa sundana mah ( Kadedemes jeung teu molo " Amek atuda hehe" ) . Situs yang berumur ribuan tahun itu dijadikan " keset " setelah kaki pengunjung menginjak tanah berlumpur . hah parah .
Situs Gunung Padang juga tidak terlepas dari kepentingan sebagian orang yang percaya bahwa dibawah situs tersebut terdapat bangunan piramida. dan biasanya orang " parah " melanjutkan kepercayaannya kalau dibawah situs ada harta karun dan kalau itu terjadi tentu keberadaan Situs Gunung Padang ini akan semakin terancam keberadaannya.

Saya sebagai orang cianjur tentu tidak rela kalau Situs Gunung Padang yang berharga itu dijadikan terpuruk dengan bertingkah aneh terhadapnya. Kita harus menjaganya sebagai warisan karuhun " nenek moyang " untuk kita pelajari dan mengambil manfaat yang terkandung didalamnya.  

2 Award Sahabat Baik

Bismillahhirohmanirrahim .

Assalamualaikum sahabat semua mudah-mudahan kalian selalu sehat dan sukses untuk semua aktivitasnya.
Malam hari ini kebahagiaan dari sahabat-sahabat bloging semua semakin bertambah karena sahabat - sahabat semua terus mendeklarasikan persahabatan dengan cendramata award , seperti award yang aku dapatkan dari kedua sahabatku Bayu S dan Hatake Files sebagai bentuk motivasi dan jalinan persahabatan yang terus terjalin. Buat kedua sahabatku aku jadi bingung harus membalas dengan apa atas kebaikan yang kalian berikan pada blog ULIN KARUHUN  hanya berbalas do'a semoga kalian panjang umur , sehat dan bahagia selamanya.

Bentuk award cantik dari kedua sahabatku :


 
Sekali lagi aku ucapkan banyak terimakasih buat kedua sahabatku 

Award Sama Dari Dua Sahabat

Bukan berlaku sombong apa lagi takabur ketika banyak sahabat yang berkunjung pada blognya ULIN KARUHUN semua komentarnya telat dibalas tapi alasan banyak hal yang membuat aku sibuk belakangan ini istilah keren nya lagi dapet " Mega proyek " haha tapi bukan proyek  hambalang pastinya . Pada sore ini aku dapat sedikit luang waktu untuk melihat-lihat isi rumahku dan ternyata banyak sahabat - sahabat sejati saya yang meninggalkan komentar dan diantara sederet komentar ada dua sahabat yang memberikan Award Sama dialah MARN35 BLOG ( Marnes Cliker ) dan PENYULUH PERIKANAN  wah ternyata Surprise banget dah pokonya .

Dan ini bentuk cantik award nya :

kang Roni

Benar benar keren neh bentuk award dan yang lebih keren ketika sahabat berkenan memberikan kepada saya sebagai bentuk erat dari silaturahmi dan motivasi buat saya untuk memberikan karya yang terbaik dari blogku. Terimakasih banyak buat kedua sahabatku yang telah memberikan pengharagaan nya semoga kalian selalu sukses dan panjang umur , Amien !!

Jangjawokan Atau Ilmu Pelet Dari Sunda

Mungkin sobat sekalian pernah mendengar ilmu pelet atau asihan yang guna nya untuk menaklukan pasangan atau orang yang kita suka supaya dia tertarik dan mempunyai perasaan kepada kita . Disuku sunda ilmu pelet begitu sangat terkenal seperti didaerah cianjur selatan cidaun,kadupandak , sindangbarang atau cimaskara merupakan tempat yang sampai sekarang masih terdapat ilmu-ilmu pelet . Ilmu pelet atau pengasihan di era modern sekarang ini sedikit terjadi pergeseran seiring kepercayaan bahwa ilmu itu sudah tidak ada atau sudah tidak ampuh , tapi percaya atau tidak aku sempat berkunjung kerumah orang yang menyediakan jasa ilmu pelet , tepatnya di daerah naringgul , masih daerah cianjur selatan dan ternyata dari sekian pasien yang datang terdapat pasien dari luar kota dengan plat no B , aku berfikir ternyata persepsi atau keyakinan orang akan lunturnya kekuatan ilmu pelet pada zaman modern masih tidak sepenuhnya benar mengingat masih ada orang yang terlihat berpendidikan tinggi masih percaya untuk menggunakan ilmu pelet.


Didaerah sunda jangjawokan atau asihan atau ilmu pelet masih dipercaya bisa meluluhkan hati seseorang yang kita taksir supaya orang itu mau dengan apa yang kita inginkan , berikut bebrapa kutipan dari mantra atau jangjawokan :

Samping aing kebat lereng
Ditilik tigigir lenggik
Diteuteup tihareup sieup
Mikaeunteup mikasieup
Mangka eunteup mangka sieup
Ka awaking
Awaking ratu asihan
ti lihur kuwung kuwungan
tihandap teja mentrangan
Ditilik titukang lenggik
Ditilik tigigir sieup
mangka enteup mangka sieup
Asih...Asih...Asih...Asih...
Asih kabadan awaking.

Rarakan nyai pohaci
hihid kekeper iman
nyiru tamprak ning iman
dulang ketuk ning iman
parangko bengker ning iman
hawu dungkuk ning iman
suluh solosod ning iman
seeng kukus ning iman 

itu beberapa jangjawokan untuk meluluhkan hati pasangan kita dan tentunya masih banyak apalagi dalam penggunaan nya . Postingan kali ini lebih untuk memberi tahu akan warna budaya negara kita dan tidak bermaksud apa-apa karena pada dasar nya semua atas kehendak sang pencipta jadi ketika kita punya tambatan hati minta lah padanya dan jangan pernah percaya bahwa mantra inilah yang mampu membuat pasangan kepayang karena selebihnya kehendak tuhan.

Asal Usul Gunung Tangkuban Parahu

Di Jawabarat tepatnya di kabupaten bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Parahu. Tangkuban Parahu artinya perahu yang terbalik.Diberi nama seperti itu karena memang tangkuban parahu menyerupai perahu yang terbalik dan konon menurut cerita masyarakat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ceritanya


Beribu-ribu tahun yang lalu , tanah parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri.Putri itu bernama dayang sumbi , dia sangat cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja.Pada suatu hari saat sedang menenun diberanda istana dayang sumbi merasa lemas dan pusing , dia menjatuhkan pintalan benangnya kelantai berkali-kali , saat pintalannya jatuh kesekian kalinya dayang sumbi menjadi marah dan bersumpah dia akan menikah dengan siapapun yang mengambil pintalan'nya itu. Tepat setelah kata -kata ucapan sumpahnya itu datang se ekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ketangan dayang sumbi. Maka mau tak mau sesuai sumpahnya itu dayang sumbi harus menikahi anjing tersebut.


Dayang sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak yang berupa anak manusia tetapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberinama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya , sangkuriang selalu ditemani bermain oleh seekor anjing yang bernama tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing biasa bukan ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang dewasa yang gagah perkasa.

Pada suatu hari dayang sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan pesta. Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang menjadi putus asa , tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka dengan sangat terpaksa dia mengambil anak panah dan mengarahkan nya pada Tumang. Dan setibanya dirumah dia menyerahkan daging tumang pada ibunya. Dayang sumbi mengira daging itu daging rusa dia merasa gembira atas keberhasilan anaknya.
Segera setelah pesta usai dayang sumbi teringat pada tumang dan bertanya pada anaknya dimana tumang bearada. Pada mulanya sangkuriang merasa takut , tapi akhirnya dia mengatakan apa yang terjadi sebenanrnya. Dayang sumbi menjadi sangat murka , dalam kemurkaan nya dia memukul sangkuriang hingga pingsan tepat pada keningnya. atas kejadian itu dayang sumbi di usir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Untungnya sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat lebar pada keningnya.Setelah dewasa sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar. 


Beberapa tahun kemudian, sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik dan dia jatuh cinta pada wanita tersebut padahal sebenarnya wanita itu adalah ibunya sendiri. tapi mereka tidak mengenali satu sama lain. Sangkuriang melamarnya , Dayang sumbi pun menerima lamaran nya dengan senang hati . Sehari sebelum hari pernikahan , saat sedang mengelus kening tunangan nya , Dayang sumbi melihat bekas luka yang sangat lebar di keningnya . Akhirnya dia menyadari kalau tunangan nya itu adalah putranya sendiri . Mengetahui hal itu dayang sumbi berusaha untuk menggagalkan pernikahannya. Setelah berfikir keras akhirnya dayang sumbi mengajukan persyaratan perkawinan nya yang tak mungkin dikabulkan sangkuriang , Syaratnya adalah : 
Sangkuriang harus membuat bendungan yang bisa menutupi bukit dan membuat perahu untuk dipakai mengelelingi bendungan tersebut dan semua itu harus selesai sebelum fajar menyingsing. 

Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar memberinya kekuatan aneh yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantu pekerjaan nya . Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air.Beberapa saat sebelum fajar sangkuriang menebang pohon besar untuk membuat perahu.Ketika dayang sumbi melihat pekerjaan sangkuriang hampir selesai dia ber do'a pada yang kuasa untuk merintangi pekerjaan anak nya . 

Ayam jantan berkokok , matahari terbit lebih awal dari biasanya dan sangkuriang menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk dayang sumbi dan menendang perahu buatan'nya yang hampir jadi ke tengah hutan dan perahu itu berada disana dalam keadaan terbalik dan membentuk Gunung Tangkuban Parahu ( perahu yang menelungkub ) Tidak jauh dari sana terdapat tunggul pohon sisa darai tebangan pohon sangkuriang , sekarang kita mengenalnya dengan Bukit Tunggul . Bendungan yang dibuat sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau dimana sangkuriang dan dayang sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi ceritanya hingga sekarang. 

Versi dari cerita tangkuban perahu sangat banyak tapi pada dasarnya sama yaitu tentang cinta terlarang seorang ibu dan anak mungkin alur ceritanya saja yang berbeda. 

Upacara Adat Sunda


Adat istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih dipelihara dan dihormati. Dalam daur hidup manusia dikenal upacara-upacara yang bersifat ritual adat seperti: upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa Anak-anak, Perkawinan, Kematian dll. Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan keagamaan dikenal upacara adat yang unik dan menarik. Itu semua ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir bathin dunia dan akhirat. Beberapa kegiatan upacara adat di Jawa Barat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Upacara Daur Hidup Manusia
A.Upacara Adat Masa Kehamilan

1. Upacara Mengandung Empat Bulan
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
2. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan lainnya.
4. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan.
B. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
1. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai.
Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
2. Upacara Nenjrag Bumi
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.
3 .Upacara Puput Puseur
Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol, menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan bubur merah bubur putih.
Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
4. Upacara Ekah
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja.
Domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
5. Upacara Nurunkeun
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh anak-anak.
6. Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
7. Upacara Turun Taneuh
Upacara Turun Taneuh ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke tanah, diselenggarakan setelah bayi itu agak besar, setelah dapat merangkak atau melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak mengetahui keduniawian dan untuk mengetahui akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah akan menjadi petani, pedagang, atau akan menjadi orang yang berpangkat.
Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap dari upacara Nurunkeun, selain aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk menggendong, tikar atau taplak putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung, gelang, cincin), uang yang terdiri dari uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh ribuan.
Jalannya upacara, apabila para undangan telah berkumpul diadakan doa selamat, setelah itu bayi digendong dan dibawa ke luar rumah. Di halam rumah telah dipersiapkan aneka makanan, perhiasan dan uang yang disimpan di atas kain putih, selanjutnya kaki si anak diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang, hal ini dimaksudkan agar si anak kelak pintar mencari nafkah. Kemudian anak itu dilepaskan di atas barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para undangan memperhatikan barang apa yang pertama kali dipegangnya. Jika anak itu memegang padi, hal itu menandakan anak itu kelak menjadi petani. Jika yang dipegang itu uang, menandakan anak itu kelak menjadi saudagar/pengusaha. Demikian pula apabila yang dipegangnya emas, menandakan anak itu kelak akan menjadi orang yang berpangkat atau mempunyai kedudukan yang terhormat.
C. Upacara Masa Kanak-kanak
1. Upacara Gusaran
Gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran ialah agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik. Upacara Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun. Jalannya upacara, anak perempuan setelah didandani duduk di antara para undangan, selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu, setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
2. Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis . Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau masih bayi, supaya tidak malu. Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji sunat, juga diundang para tetangga, handai tolan dan kerabat..
Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh paraji sunat (bengkong), banyak orang yang menyaksikan diantaranya ada yang memegang ayam jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba. Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela, petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka memberikan uang/ nyecep kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
D. Upacara Adat Perkawinan
Secara kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum akad nikah, saat akad nikah dan sesudah akad nikah
1. Upacara sebelum akad nikah
pada upacara ini biasanya dilaksanakan adat :
(1) Neundeun Omong : yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
(2) Ngalamar : nanyaan atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk meminang/melamar si gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu penikahannya. Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar memberikan uang sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat, kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue & buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan disebut orang bertunangan.
(3) Seserahan: yaitu menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat terdekat, di samping menyerahkan calon pengantin pria juga barang-barang berupa uang, pakaian, perhiasan, kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini tergantung pula pada kemampuan pihak calon pengantin pria. Upacara ini dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari perkawinan atau adapula yang melaksanakan pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.
(4) Ngeuyeuk Seureuh: artinya mengerjakan dan mengatur sirih serta mengait-ngaitkannya. Upacara ini dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, yang menghadiri upacara ini adalah kedua calon pengantin, orang tua calon pengantin dan para undangan yang telah dewasa. Upacara dipimpin oleh seorang pengetua, benda perlengkapan untuk upacara ini seperti sirih beranting, setandan buah pinang, mayang pinang, tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll semuanya mengandung makna/perlambang dalam kehidupan berumah tangga. Upacara ngeuyeuk seureuh dimaksudkan untuk menasihati kedua calon mempelai tentang pandangan hidup dan cara menjalankan kehidupan berumah tangga berdasarkan etika dan agama, agar bahagia dan selamat. Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah ijab kabul atau akad nikah .
2. Upacara Adat Akad Nikah
Upacara perkawinan dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam agama Islam dan adat. Ketentuan tersebut adalah: adanya keinginan dari kedua calon mempelai tanpa paksaan, harus ada wali nikah yaitu ayah calon mempelai perempuan atau wakilnya yang sah, ada ijab kabul, ada saksi dan ada mas kawin. Yang memimpin pelaksanaan akad nikah adalah seorang Penghulu atau Naib, yaitu pejabat Kantor Urusan Agama.
Upacara akad nikah biasa dilaksanakan di Mesjid atau di rumah mempelai wanita. Adapun pelaksanaannya adalah kedua mempelai duduk bersanding diapit oleh orang tua kedua mempelai, mereka duduk berhadapan dengan penghulu yang di kanan kirinya didampingi oleh 2 orang saksi dan para undangan duduk berkeliling. Yang mengawinkan harus wali dari mempelai perempuan atau mewakilkan kepada penghulu. Kalimat menikahkan dari penghulu disebut ijab, sedang sambutan dari mempelai pria disebut qobul (kabul). Setelah dilakukan ijab-qobul dengan baik selanjutnya mempelai pria membacakan talek, yang bermakna ‘janji’ dan menandatangani surat nikah. Upacara diakhiri dengan penyerahan mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita.
3. Upacara Adat sesudah akad nikah
a) Munjungan/sungkeman : yaitu kedua mempelai sungkem kepada kedua orang tua mempelai untuk memohon do’a restu.
b) Upacara Sawer (Nyawer): perlengkapan yang diperlukan adalah sebuah bokor yang berisi beras kuning, uang kecil (receh) /logam, bunga, dua buah tektek (lipatan sirih yang berisi ramuan untuk menyirih), dan permen. Pada pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman rumah di bawah cucuran atap (panyaweran), upacara dipimpin oleh juru sawer. Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada kedua pengantin dan para undangan sebagai selingan dari syair yang dinyanyikan olehnya sendiri. Adapun makna dari upacara nyawer tersurat dalam syair yang ditembangkan juru sawer, intinya adalah memberikan nasehat kepada kedua mempelai agar saling mengasihani, dan mendo’akan agar kedua mempelai mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam membina rumah tangganya, hidup rukun sampai diakhir hayatnya.
c) Upacara Nincak Endog : atau upacara injak telur yaitu setelah upacara nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah , di sana telah tersedia perlengkapan seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan 7 batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang. Dalam pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai wanita membakar ujung harupat selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai wanita dan kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini adalah menggambarkan pengabdian seorang istri kepada suaminya.
d) Upacara Buka Pintu : upacara ini dilaksanakan setelah upacara nincak endog, mempelai wanita masuk ke dalam rumah sedangkan mempelai pria menunggu di luar, hal ini menunjukan bahwa mempelai wanita belum mau membukakan pintu sebelum mempelai pria kedengaran mengucapkan sahadat. Maksud upacara ini untuk meyakinkan kebenarannya beragama Islam. Setelah membacakan sahadat pintu dibuka dan mempelai pria dipersilakan masuk. Tanya jawab antara keduanya dilakukan dengan nyanyian (tembang) yang dilakukan oleh juru tembang.
e) Upacara Huap Lingkung : Kedua mempelai duduk bersanding, yang wanita di sebelah kiri pria, di depan mempelai telah tersedia adep-adep yaitu nasi kuning dan bakakak ayam (panggang ayam yang bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula bakakak ayam dipegang kedua mempelai lalu saling tarik menarik hingga menjadi dua. Siapa yang mendapatkan bagian terbesar dialah yang akan memperoleh rejeki besar diantara keduanya. Setelah itu kedua mempelai huap lingkung , saling menyuapi. Upacara ini dimaksudkan agar kedua mempelai harus saling memberi tanpa batas, dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati.
Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para undangan (acara resepsi).
E. Upacara Adat Kematian
Pada garis besarnya rangkaian upacara adat kematian dapat digambarkan sebagai berikut: memandikan mayat, mengkafani mayat, menyolatkan mayat, menguburkan mayat, menyusur tanah dan tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan zikir kepada Allah swt. agar arwah orang yang baru meninggal dunia itu diampuni segala dosanya dan diterima amal ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang ditinggalkannya tetap tabah dan beriman dalam menghadapi cobaan. Tahlilan dilaksanakan di rumahnya, biasanya sore/malam hari pada hari pertama wafatnya (poena), tiluna (tiga harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat puluh harinya), natus (seratus hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu (seribu harinya).

Budaya Sunda

Wejangan Jang Sorangan 

Budaya Sunda

Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat sunda.Budaya sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun.Pada umumnya karakter orang sunda adalah periang , ramah tamah ( Someah ) , murah senyum , lemah lembut dan sangat menghormati orang yang lebih tua. Itulah cerminan budaya masyarakat sunda. Di dalam bahasa sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang yang lebih tua.

Etos Budaya

Kebudayaan sunda termasuk kebudayaan tertua di nusantara. Kebudayaan sunda yang ideal kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa kerajaan sunda. Ada beberapa ajaran sunda tentang keutamaan hidup. Etos dan Watak Sunda itu adalah Cageur,Bageur,Singer dan Pinter yang dapat diartikan " Sembuh " ( Waras ), " Baik , Sehat " ( Kuat ) dan Cerdas . Kebudayaan sunda juga merupakan salah satu sumber kekayaan bagi bangsa indonesia. Sistem kepercayaan spritual tradisional sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Kini hampir sebagian besar orang sunda beragama islam, namun ada beberapa yang tidak beragama islam. Walaupun berbeda tapi pada dasarnya seluruh kehidupan ditujukan untuk kebaikan alam semesta.

Nilai-Nilai Budaya

Kebudayaan sunda memiliki ciri khas tertentu yang mebedakannya dari kebudayan-kebudayaan lain.Secara umum masyarakat jawabarat atau Tatar Sunda dikenal sebagai masyarakat yang lembut , religius dan sangat spritual. Kecenderungan ini terdapat pada pameo Silih Asih , Silih Asah dan Silih Asuh . Saling Mengasihi ( mengutamakan sifat welas asih ) Saling Menyempurnakan atau memperbaiki diri ( melalui pendidikan atau berbagi ilmu ) dan Saling menjaga Diri ( Saling menjaga keselamatan ) . Pada kebudayaan sunda keseimbangan magis dipertahankan dengan cara melakukan upacara-upacara adat sedangkan keseimbangan sosial masyarakat sunda melakukan gotong royong untuk mempertahankan nya.

Postingan kali ini ditujukan buat saya pribadi sebagai cerminan untuk selalu ingat purwadaksi dan selebihnya untuk semua oang sunda yang mungkin sudah lupa atau melupakan kesundaan nya dan umumnya untuk semua masyarakat  nusantara karena pada dasarnya setiap kebudayaan mengajarkan kearifan dan kebersamaan sehingga akan menciptakan kedamaian di bumi pertiwi ini .

Urang Sunda Kamarana ?????........................


Makanan Surabi Khas Jawabarat

Surabi 

Surabi merupakan makanan yang khas di jawabarat seperti bandung, ciamis , cianjur dan daerah priangan lainnya selalu terjaja panganan khas yang satu ini dengan rasa yang variatif seperti rasa gula aren , gurih , atau durian menjadikan surabi sangat populer di kalangan masyarakat jawabarat. Dengan harga yang terjangkau sekisaran Rp. 3000,- anda sudah bisa menikmati kekenyalan dan rasa yang unik surabi ini. Surabi dibuat dari tepung beras atau terigu dan santan biasa nya menikmati surabi ini menjelang sore atau masuk petang hari sambil kongkow dan huhh wenak hehe ..

kalau kata Bungsu Bandung mah gini neh ..

Surabi haneut aduh akang mangga cobian
badag munu'u akang ukur sarebu 
( Surabi anget aduh abang silahkan di coba
badag ngedungkuk abang cuma seribu wkwkwkwkwkwk.... ) 

Cerita Prabu Kian Santang & Syaidina Ali R.a

Diawali


GODOG adalah sebuah daerah pedesaan yang indah dan nyaman, berjarak 10 km kearah timur dari puseur dayeuh Garut. Tepatnya di Desa Lebakagung, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut. Disana terdapat makam Prabu Kiansantang atau yang dikenal dengan sebutan Makam Godog Syeh Sunan Rohmat Suci. Hampir setiap saat banyak masyarakat yang ziarah, terlebih di bulan-bulan maulud

Prabu Kiansantang atau Syeh Sunan Rohmat Suci adalah salah seorang putra keturunan raja Pajajaran, Prabu Siliwangi, dari prameswarinya yang bernama Dewi Kumala Wangi (Nyi Subang Larang). Kian Santang lahir tahun 1315 Masehi di Pajajaran, mempunyai dua saudara, bernama Dewi Rara Santang dan Walang Sungsang.
Pada usia 22 tahun, tepatnya tahun 1337 Masehi, Kiansantang diangkat menjadi dalem Bogor kedua yang saat itu bertepatan dengan upacara penyerahan tongkat pusaka kerajaan dan penobatan Prabu Munding Kawati, putra Sulung Prabu Susuk Tunggal, menjadi panglima besar Pajajaran. Guna mengenang peristiwa sakral penobatan dan penyerahan tongkat pusaka Pajajaran tersebut, maka ditulislah oleh Prabu Susuk Tunggal pada sebuah batu, yang dikenal sampai sekarang dengan nama Batu Tulis Bogor. Peristiwa itu merupakan kejadian paling istimewa di lingkungan Keraton Pajajaran dan dapat diketahui oleh kita semua sebagai pewaris sejarah bangsa, khususnya Jawa Barat.
Kiansantang merupakan sinatria yang gagah perkasa. Konon tak ada yang bisa mengalahkannya. Sejak kecil sampai dewasa, yaitu berusia 33 tahun, tepatnya tahun 1348 Masehi, Kiansantang belum pernah tahu seperti apa darahnya. Dalam arti, belum ada yang menandingi kegagahannya dan kesaktiannya. Sering kali dia merenung seorang diri, memikirkan dimana ada orang gagah dan sakti yang dapat menandingi kesaktian dirinya. Akhirnya Prabu Kiansantang memohon kepada ayahnya supaya mencarikan seorang lawan yang dapat menandinginya.
Sang ayah memanggil para ahli nujum untuk menunjukkan siapa dan dimana ada orang gagah dan sakti yang dapat menandingi Kiansantang. Namun tak seorangpun yang mampu menunjukkannya. Tiba-tiba datang seorang kakek yang memberitahu bahwa orang yang dapat menandingi kegagahan Prabu Kiansantang adalah Sayyidina Ali, yang tinggal jauh di Tanah Mekah. Sebetulnya pada waktu itu Sayyidina Ali telah wafat, namun kejadian ini dipertemukan secara gaib dengan kekuasaan Alloh Yang Maha Kuasa. Lalu , orang tua itu berkata kepada Prabu Kiansantang: “Kalau memang kau mau bertemu dengan Sayyidina Ali, kau harus melaksanakan dua syarat: Pertama,harus mujasmedidulu di ujung kulon. Kedua, namamu harus diganti menjadi Galantrang Setra (Galantrang – Berani, Setra – Bersih/ Suci).
setelah Prabu Kiansantang melaksanakan dua syarat tersebut, maka berangkatlah dia ke tanah Suci Mekah pada tahun 1348 Masehi. Setiba di tanah Mekah, ia bertemu dengan seorang lelaki yang disebut Sayyidina Ali, tetapi Kiansantang tidak mengetahui bahwa laki-laki itu bernama Sayyidina Ali. Prabu Kiansantang yang namanya sudah berganti menjadi Galantrang Setra menanyakan kepada laki-laki itu.
“Kenalkah dengan orang yang namanya Sayyidina Ali?” tentu laki- laki itu menjawab dengan jujur, mengiyakannya, bahkan ia bersedia mengantar Kian Santang. Sebelum berangkat, laki-laki itu menancapkan dulu tongkatnya ke tanah. Setelah berjalan beberapa puluh meter, Sayyidina Ali berkata, “Wahai Galantrang Setra, tongkatku ketinggalan di tempat tadi, tolong ambilkan dulu!”
Semula Galantrang Setra tidak mau. Namun Sayyidina Ali mengatakan jika tidak mau, tentu tidak akan bertemu dengan Sayyidina Ali. Terpaksalah Galantrang Setra kembali ketempat bertemu, untuk mengambilkan tongkat. Setibanya di tempat tongkat tertancap, Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sebelah tangan. Ternyata tongkat tidak bisa dicabut, bahkan tidak sedikitpun berubah. Sekali lagi, Kian santang berusaha mencabutnya, tetapi tongkat itu tetap tidak berubah. Ketiga kalinya, Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sekuat tenaga dengan disertai tenaga bathin. Tetapi tongkat tetap tertancap di tanah dengan kokoh, sebaliknya kedua kaki Galantrang Setra amblas masuk ke dalam tanah, dan keluarlah darah dari tubuh Galantrang Setra.
Sayyidina Ali mengetahui kejadian itu, maka beliaupun datang. Setelah Sayyidina Ali tiba, tongkat itu langsung dicabut sambil mengucapkan Bismillah dan dua kalimat syahadat.Tongkatpun terangkat dan bersamaan dengan itu hilang pulalah darah dari tubuh Galantrang Setra. Galantrang Setra merasa heran, kenapa darah yang keluar dari tubuh itu tiba-tiba menghilang dan kembali tubuhnya sehat. Dalam hatinya ia bertanya. “Apakah kejadian itu karena kalimah yang diucapkan oleh orang tua itu tadi?”. Kalaulah benar, kebetulan, akan kuminta ilmu kalimah itu. Tetapi laki-laki itu tidak menjawab. Alasannya, karena Galantrang Setra belum masuk Islam.
Kemudian mereka berdua berangkat menuju Mekah. Setelah tiba di Mekah, di tengah perjalanan ada yang bertanya kepada laki-laki itu dengan sebutan Sayyidina Ali. Galantrang Setra kaget mendengar panggilan ”Ali” tersebut. Ternyata laki-laki yang baru dikenalnya tadi tiada lain adalah Sayyidina Ali.
Setelah Kiansantang meninggalkan Mekah untuk pulang ke Tanah Jawa (Pajajaran), ia terlunta-lunta tidak tahu arah tujuan. Maka ia berpikir untuk kembali ke Mekah lagi dengan niat bulat akan menemui Sayyidina Ali, sekaligus bermaksud memeluk agama Islam. Pada tahun 1348 Masehi, Kiansantang masuk Islam. Ia bermukim selama dua puluh hari sambil mempelajari ajaran agama Islam. Kemudian dia pulang ke tanah Jawa (Pajajaran) untuk menengok ayahnya Prabu Siliwangi dan saudara-saudaranya.
Setibanya di Pajajaran, ia bertemu dengan ayahnya. Kian Santang menceritakan pengalamannya selama bermukim di tanah Mekah serta pertemuannya dengan Sayyidina Ali. Pada akhir ceritanya, ia memberitahukan bahwa dirinya telah masuk Islam dan berniat mengajak ayahnya untuk memeluk agama Islam. Prabu Siliwangi kaget sewaktu mendengar cerita anaknya, terlebih ketika anaknya mengajak masuk agama Islam. Sang ayah tidak percaya, dan ajakannya ditolak.
Tahun 1355 Masehi, Kiansantang berangkat kembali ke tanah Mekah. Jabatan kedaleman, untuk sementara diserahkan ke Galuh Pakuan yang pada waktu itu dalemnya dipegang oleh Prabu Anggalang. Prabu Kiansantang bermukim di tanah Mekah selama tujuh tahun dan mempelajari ajaran agama Islam secara khusu. Merasa sudah cukup menekuni ajaran agama Islam, kemudian ia kembali ke Pajajaran tahun 1362 M. Ia berniat menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa. Kembali ke Pajajaran pun disertai saudagar Arab yang punya niat berniaga di Pajajaran sambil membantu Kiansantang mensyi’arkan agama Islam.
Setiba di Pajajaran, Kiansantang langsung menyebarkan agama Islam di kalangan masyarakat, karena ajaran Islam dalam fitrohnya membawa keselamatan dunia dan akhirat. Masyarakat menerimanya dengan tangan terbuka. Kemudian Prabu Kiansantang bermaksud menyebarkan ajaran agama Islam di lingkungan Keraton Pajajaran.
Setelah Prabu Siliwangi mendapat berita bahwa anaknya sudah kembali ke Pajajaran dan akan menghadap kepadanya. Prabu Siliwangi yang mempunyai martabat raja mempunyai pikiran. “Dari pada masuk agama Islam lebih baik aku muninggalkan keraton Pajajaran”. Sebelum berangkat meninggalkan keraton, Prabu Siliwangi merubah Keraton Pajajaran yang indah menjadi hutan belantara.
Melihat gelagat demikian, Kiansantang mengejar ayahnya. Beberapa kali Prabu Siliwangi terkejar dan berhadapan dengan Kiansantang yang langsung mendesak agar sang ayah dan para pengikutnya masuk Islam. Namun Prabu Siliwangi tetap menolak, malah beliau lari ke daerah Garut Selatan. Kiansantang menghadangnya di laut Kidul Garut, tetapi Prabu Siliwangi tetap tidak mau masuk agama Islam. Dengan rasa menyesal, Kiansantang terpaksa membendung jalan larinya sang ayah. Prabu Siliwangi masuk ke dalam gua yang sekarang disebut gua sancang Pameungpeuk.
Prabu Kiansantang sudah berusaha mengislamkan ayahnya, tetapi Alloh tidak memberi hidayah kepada Prabu Siliwangi. Kiansantang kembali ke Pajajaran, kemudian membangun kembali kerajaan sambil menyebarkan agama Islam ke pelosok-pelosok, dibantu oleh saudagar Arab sambil berdagang. Namun istana kerajaan yang diciptakan oleh Prabu Siliwangi tidak dirubah, dengan maksud pada akhir nanti anak cucu atau generasi muda akan tahu bahwa itu adalah peninggalan sejarah nenek moyangnya. Sekarang lokasi istana itu disebut Kebun Raya Bogor.
Pada tahun 1372 Masehi, Kiansantang menyebarkan agama Islam di Galuh Pakuan dan dia sendiri yang mengkhitan laki-laki yang masuk agama Islam. Tahun 1400 Masehi, Kiansantang diangkat menjadi Raja Pajajaran, menggantikan Prabu Munding Kawati atau Prabu Anapakem I. Namun Kiansantang tidak lama menjadi raja, karena mendapat ilham harus uzlah, pindah dari tempat yang ramai ketempat yang sepi. Dalam uzlah itu, ia diminta agar bertafakur untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, dalam rangka mencapai kema’ripatan. Kepada beliau dimintakan untuk memilih tempat tafakur dari ke 3 tempat, yaitu Gunung Ceremai, Gunung Tasikmalaya, atau Gunung Suci Garut.
Waktu uzlah harus dibawa peti yang berisikan tanah pusaka. Peti itu untuk dijadikan tanda atau petunjuk tempat bertafakur nanti, apabila tiba disatu tempat peti itu godeg/ berubah, maka disanalah tempat dia tafakur, dan kemudian nama Kiansantang harus diganti dengan Sunan Rohmat. Sebelum uzlah, Kiansantang menyerahkan tahta kerajaan kepada Prabu Panatayuda, putra tunggal Prabu Munding Kawati.
Setelah selesai serah-terima tahta kerajaan dengan Prabu Panatayuda, maka berangkatlah Prabu Kiansantang meninggalkan Pajajaran. Tempat yang dituju pertama kali adalah Gunung Ceremai. Setibanya disana, peti diletakan di atas tanah, tetapi peti itu tidak godeg alias berubah. Kiansantang kemudian berangkat lagi ke gunung Tasikmalaya, disana juga peti tidak berubah. Akhirnya Kiansantang memutuskan untuk berangkat ke gunung Suci Garut. Setibanya di gunung Suci Garut, peti itu disimpan diatas tanah, secara tiba-tiba berubahlah peti itu. Dengan godegnya peti tersebut, berarti petunjuk kepada Kiansantang bahwa ditempat itulah beliau harus tafakur untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tempat itu kini diberi nama Makam Godog.
Prabu Kiansantang bertafakur selama 19 tahun. Sempat mendirikan Mesjid yang disebut Masjid Pusaka Karamat Godog yang berjarak dari makam godog sekitar kurang lebih 1 Km. Prabu Kiansantang namanya diganti menjadi Syeh Sunan Rohmat Suci dan tempatnya menjadi Godog Karamat. Beliau wafat pada tahun 1419 M atau tahun 849 Hijriah. Syeh Sunan Rohmat Suci wafat di tempat itu yang sampai sekarang dinamakan Makam Sunan Rohmat Suci atau Makam Karamat Godog.***


Panorama Pantai Pangandaran

Dijawabarat terdapat banyak sekali pantai bersih nan indah salah satunya Pantai Pangandaran, objek wisata yang merupakan primadona pantai dijawabarat terletak di desa pananjung Kecamatan Pangandaran dengan jarak ± 92 km arah selatan kota ciamis , memiliki berbagai keistimewaan seperti : 

  • Terdapat pantai dengan hamparan pasir putih 
  • Tersedia Tim Penyelamat wisata pantai
  • Jalan lingkungan yang beraspal mulus dengan penerangan jalan yang memadai 
  • Terdapat Taman Laut dengan ikan-ikan dan kehidupan laut yang mempesona

Dengan adanya faktor-faktor penunjang tadi maka wisatawan yang datang ke pangandaran dapat melakukan kegiatan yang beraneka ragam seperti : berenang , berperahu pesiar , memancing , keliling dengan sepeda , para sailing , jet ski dan lain-lain. 

Pantai pangandaran bisa dijadikan pilihan tepat untuk berwisata bersama keluarga seperti menikmati Green Canyon yang sangat indah dan unik


Anda juga bisa menikmati gurihnya ikan segar hasil tangkapan nelayan dengan harga terjangkau 


Pantai pesisir putih yang indah akan menjadikan liburan anda sangat menyenangkan . 

TIKET MASUK OBJEK WISATA PANTAI PANGANDARAN 
  • Pejalan Kaki ( Satu Orang ) Rp. 3000,-
  • Sepeda Motor Rp. 7000,-
  • Kendaraan Jenis Jeep/Sedan Rp. 28.000,-
  • Kendaraan Jenis Carry Rp. 35.000,-
  • Kendaraan Penumpang Besar Rp. 40.700,-
  • BUS Kecil Rp. 80.000,-
  • BUS Sedang Rp. 104.000,-
  • BUS Besar Rp. 169.000,-
Dengan harga tiket yang terjangkau anda bersama keluarga pun bisa menikmati keindahan pantai pangandaran yang indah nan eksotik. 

Prabu Siliwangi dan Mitos Maung Masyarakat Sunda

Postingan kali ini tentang "Prabu Siliwangi dan Mitos Maung Masyarakat Sunda" entah berantah tapi semua berdasarkan referensi dari beberapa sumber , kalau memang terdapat versi yang lainnya atau menurut kalian ini tidak benar maka kita anggap inilah warna yang indah tatkala kita sudah berbicara tentang kebudayaan indonesia . 

Dunia antropologi mengenal teori sistem simbol yang di introdusir oleh Clifford Geertz . seorang antropologi amerika. Dalam bukunya yang berjudul Tafsir Kebudayaan ( 1992 ). Geertz menguraikan makna dibalik sistem symbol yang ada pada suatau kebudayaan . Antropolog yang terkenal ditanah air melalui hasil karyanya " Religion Of Java " itu menyatakan bahwa sistem simbol merefleksikan kebudayaan tertentu . Jadi, bila ingin menginterpretasi sebuah kebudayaan maka dapat dilakukan dengan menafsirkan sistem symbolnya. 



Sistem simbol sendiri merupakan salah satu dari tiga unsur pembentuk kebudayaan. Kedua unsur lainnya adalah sistem nilai dan sistem pengetahuan. Menurut Geertz, relasi dari ketiga sistem tersebut adalah sistem makna (System of Meaning) yang berfungsi menginterpretasikan simbol dan, pada akhirnya, dapat menangkap sistem nilai dan pengetahuan dalam suatu kebudayaan.

Simbol maung dalam masyarakat Sunda terkait erat dengan legenda menghilangnya (nga-hyang) Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran yang dipimpinnya pasca penyerbuan pasukan Islam Banten dan Cirebon yang juga dipimpin oleh keturunan Prabu Siliwangi. Konon, untuk menghindari pertumpahan darah dengan anak cucunya yang telah memeluk Islam, Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya yang masih setia memilih untuk tapadrawa di hutan sebelum akhirnya nga-hyang. Berdasarkan kepercayaan yang hidup di sebagian masyarakat Sunda, sebelum Prabu Siliwangi nga-hyang bersama para pengikutnya, beliau meninggalkan pesan atau wangsit yang dikemudian hari dikenal sebagai “wangsit siliwangi”.
Salah satu bunyi wangsit yang populer di kalangan masyarakat Sunda adalah: “Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung
[1]. Ada hal menarik berkaitan dengan kata-kata dalam wangsit tersebut: kata-kata itu termasuk kategori bahasa sunda yang kasar bila merujuk pada strata bahasa yang digunakan oleh masyarakat Sunda Priangan (Undak Usuk Basa). Mengapa seorang raja berucap dalam bahasa yang tergolong “kasar”? Bukti sejarah menunjukkan bahwa kemunculan undak usuk basa dalam masyarakat Sunda terjadi karena adanya hegemoni budaya dan politik Mataram yang memang kental nuansa feodal, dan itu baru terjadi pada abad 17—beberapa sekian abad pasca Prabu Siliwangi tiada atau nga-hyang. Namun tinjauan historis tersebut bukanlah bertujuan melegitimasi wangsit itu sebagai kenyataan sejarah. Bagaimanapun, masih banyak kalangan yang mempertanyakan validitas dari wangsit itu sebagai fakta sejarah, termasuk penulis sendiri.
Wangsit, yang bagi sebagian masyarakat Sunda itu sarat dengan filosofi kehidupan, menjadi semacam keyakinan bahwa Prabu Siliwangi telah bermetamorfosa menjadi maung (harimau) setelah tapadrawa (bertapa hingga akhir hidup) di hutan belantara. Yang menjadi pertanyaan besar: apakah memang pernyataan atau wangsit Siliwangi itu bermakna sebenarnya ataukah hanya kiasan? Realitasnya, hingga kini masih banyak masyarakat Sunda (bahkan juga yang non-Sunda) meyakini metamorfosa Prabu Siliwangi menjadi harimau. Selain itu, wangsit tersebut juga menjadi pedoman hidup bagi sebagian orang Sunda yang menganggap sifat-sifat maung seperti pemberani dan tegas, namun sangat menyayangi keluarga sebagai lelaku yang harus dijalani dalam kehidupan nyata.
Dari sini kita melihat terungkapnya sistem nilai dari simbol maung dalam masyarakat Sunda. Ternyata maung yang memiliki sifat-sifat seperti yang telah disebutkan sebelumnya menyimpan suatu tata nilai yang terdapat pada kebudayaan masyarakat Sunda, khususnya yang berkaitan dengan aspek perilaku (behaviour).
Kisah lain yang berkaitan dengan menjelmanya Prabu Siliwangi menjadi harimau adalah legenda hutan Sancang atau leuweung Sancang di Kabupaten Garut. Konon di hutan inilah Prabu Siliwangi beserta para loyalisnya menjelma menjadi harimau atau maung. Proses penjelmaannya pun terdapat dalam beragam versi. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ada yang mengatakan bahwa Prabu Siliwangi menjelma menjadi maung setelah menjalani tapadrawa. Tetapi ada pula sebagian masyarakat Sunda yang berkeyakinan bila Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjadi harimau karena keteguhan pendirian mereka untuk tidak memeluk agama Islam. Menurut kisah tersebut, Prabu Siliwangi menolak bujukan putranya yang telah menjadi Muslim, Kian Santang, untuk turut memeluk agama Islam. Keteguhan sikap itu yang mendorong penjelmaan Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjadi maung. Akhirnya, Prabu Siliwangi pun berubah menjadi harimau putih, sedangkan para pengikutnya menjelma menjadi harimau loreng.
Hingga kini kisah harimau putih sebagai penjelmaan Siliwangi itu masih dipercayai kebenarannya oleh masyarakat di sekitar hutan Sancang. Bahkan, kisah ini menjadi semacam kearifan lokal (local wisdom). Menurut masyarakat di sekitar hutan, bila ada pengunjung hutan  yang berperilaku buruk dan merusak kondisi ekologis hutan, maka ia akan “berhadapan” dengan harimau putih yang tak lain adalah Prabu Siliwangi. Tidak masuk akal memang, namun di sisi lain, hal demikian dapat dipandang sebagai sistem pengetahuan masyarakat yang berhubungan dengan ekologi. Masyarakat leuweung Sancang telah menyadari arti pentingnya keseimbangan ekosistem kehutanan, sehingga diperlukan instrumen pengendali perilaku manusia yang seringkali berhasrat merusak alam. Dan mitos harimau putih jelmaan Siliwangi lah yang menjadi instrumen kontrol sosial tersebut.
Namun, serangkaian kisah yang mendeskripsikan korelasi antara Prabu Siliwangi dengan mitos maung itu tetap saja menyisakan pertanyaan besar, apakah itu semua merupakan fakta sejarah? Siapa Prabu Siliwangi sebenarnya dan darimanakah mitos maung itu muncul pertama kali?
Kekeliruan Tafsir

Bila kita telusuri secara mendalam, niscaya tidak akan ditemukan bukti sejarah yang menghubungkan Prabu Siliwangi atau Kerajaan Pajajaran dengan simbol harimau. Adapun yang mengatakan bahwa harimau pernah menjadi simbol Pajajaran adalah salah satu tokoh Sunda sekaligus orang dekat Otto Iskandardinata (Pahlawan Nasional), Dadang Ibnu. Tetapi, lagi-lagi, tidak ada bukti sejarah Sunda yang dapat memperkuat hipotesa ini, baik itu Carita Parahyangan, Siksakanda Karesian, ataupun Wangsakerta. Bahkan mengenai lambang Kerajaan Pajajaran pun masih debatable, dikarenakan ada beragam versi lain yang mengemuka menyangkut lambang Pajajaran.

[2] Problem lain yang muncul berkaitan dengan kebenaran sejarah “maung Siliwangi” tersebut ialah rentang waktu yang cukup jauh antara masa ketika Prabu Siliwangi hidup dan memerintah dengan runtuhnya Kerajaan Pajajaran yang dalam mitos maung berakhir dengan penjelmaan Siliwangi dan para pengikut Pajajaran menjadi harimau di hutan Sancang. Penting untuk diketahui bahwa secara etimologis, Siliwangi, yang terdiri dari dua suku kata yaitu Silih (pengganti) dan Wangi, bermakna sebagai pengganti Prabu Wangi. Menurut para pujangga Sunda di masa lampau, Prabu Wangi merupakan julukan bagi Prabu Niskala Wastukancana yang berkuasa di Kerajaan Sunda-Galuh (ketika itu belum bernama Pajajaran) pada tahun 1371-1475. Lalu, nama Siliwangi yang berarti pengganti Prabu Wangi merupakan julukan bagi Prabu Jayadewata, cucu Prabu Wastukancana. Prabu Jayadewata yang berkuasa pada periode 1482-1521 dianggap mewarisi kebesaran Wastukancana oleh karena berhasil mempersatukan kembali Sunda-Galuh dalam satu naungan kerajaan Pajajaran.

[3] Sebelum Prabu Jayadewata berkuasa, Kerajaan Sunda-Galuh sempat terpecah. Putra Wastukancana (sekaligus ayah Prabu Jayadewata), Prabu Dewa Niskala, hanya menjadi penguasa kerajaan Galuh.
Dipersatukannya kembali Sunda dan Galuh oleh Jayadewata, membuat beliau dipandang mewarisi kebesaran kakeknya, Prabu Wastukancana alias Prabu Wangi. Maka, para sastrawan atau pujangga Sunda ketika itu memberikan gelar Siliwangi bagi Prabu Jayadewata. Siliwangi memiliki arti pengganti atau pewaris Prabu Wangi. Jadi, raja Sunda Pajajaran yang dimaksud dalam sejarah sebagai Prabu Siliwangi adalah Prabu Jayadewata yang berkuasa dari tahun 1482-1521.
Lalu kapan sebenarnya Kerajaan Pajajaran runtuh? Apakah pada masa Prabu Jayadewata atau Siliwangi? Ternyata, sejarah mencatat ada lima raja lagi yang memerintah sepeninggal Prabu Jayadewata.

[4] Berikut ini periodisasi pemerintahan raja-raja Pajajaran pasca wafatnya Jayadewata alias Siliwangi :
1.)   Prabu Surawisesa (1521-1535)
2.)   Prabu Ratu Dewata (1535-1543)
3.)   Ratu Sakti (1543-1551)
4.)   Prabu Nilakendra (1551-1567)
5.)   Prabu Raga Mulya (1567-1579)
Pada masa pemerintahan Raga Mulya lah, tepatnya tahun 1579, Kerajaan Pajajaran mengalami kehancuran akibat serangan pasukan Kesultanan Banten yang dipimpin Maulana Yusuf.

[5] Peristiwa tersebut tercatat dalam Pustaka Rajyarajya Bhumi Nusantara parwa III sarga I halaman 219, sebagai berikut :
Pajajaran sirna ing bhumi ing ekadaci cuklapaksa Wesakhamasa saharsa punjul siki ikang cakakala.
Artinya :
Pajajaran lenyap dari muka bumi tanggal 11 bagian terang bulan Wesaka tahun 1501 Saka atau tanggal 8 Mei 1579 M.
Kemudian bagaimana nasib Prabu Mulya? Sumber yang sama menyatakan bahwa Prabu Raga Mulya beserta para pengikutnya yang setia tewas dalam pertempuran mempertahankan ibukota Pajajaran yang ketika itu telah berpindah ke Pulasari, kawasan Pandeglang sekarang. Fakta sejarah tersebut menunjukkan bahwa keruntuhan kerajaan Pajajaran terjadi pada tahun 1579 atau 58 tahun setelah Prabu Siliwangi wafat. Berarti Prabu Siliwangi tidak pernah mengalami keruntuhan Kerajaan yang telah dipersatukannya. Raja yang mengalami kehancuran Kerajaan Pajajaran adalah Prabu Raga Mulya yang merupakan keturunan kelima Prabu Siliwangi atau janggawareng

[6] Prabu Siliwangi. Sementara Prabu Raga Mulya sendiri gugur dalam perang mempertahankan kedaulatan negerinya dari agresi Banten. Jadi, raja Pajajaran terakhir ini memang nga-hyang, namun bukan menjadi maung sebagaimana diyakini masyarakat Sunda selama ini melainkan gugur di medan tempur. Dari serangkaian bukti sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa mitos penjelmaan Prabu Siliwangi dan sisa-sisa prajurit Pajajaran menjadi harimau hanya sekedar mitos dan bukan fakta sejarah.
Bila bukan fakta sejarah, darimana sebenarnya mitos maung yang selalu melekat pada kisah Siliwangi dan Pajajaran itu berasal? Pertanyaan ini dapat menemukan titik terang bila meninjau laporan ekspedisi seorang peneliti Belanda, Scipio, kepada Gubernur Jenderal VOC, Joanes Camphuijs, mengenai jejak sejarah istana Kerajaan Pajajaran di kawasan Pakuan (daerah Batutulis Bogor sekarang). Laporan penelitian yang ditulis pada tanggal 23 Desember 1687 tersebut berbunyi “dat hetselve paleijs en specialijck de verheven zitplaets van den getal tijgers bewaakt ent bewaart wort”, yang artinya: bahwa istana tersebut terutama sekali tempat duduk yang ditinggikan untuk raja “Jawa” Pajajaran sekarang masih berkabut dan dijaga serta dirawat oleh sejumlah besar harimau. Bahkan kabarnya salah satu anggota tim ekspedisi Scipio pun menjadi korban terkaman harimau ketika sedang melakukan tugasnya.
Temuan lapangan ekspedisi Scipio itu mengindikasikan bahwa kawasan Pakuan yang ratusan tahun sebelumnya merupakan pusat kerajaan Pajajaran telah berubah menjadi sarang harimau. Hal inilah yang menimbulkan mitos-mitos bernuansa mistis di kalangan penduduk sekitar Pakuan mengenai hubungan antara keberadaan harimau dan hilangnya Kerajaan PajajaranBerbasiskan pada laporan Scipio ini, dapat disimpulkan bila mitos maung lahir karena adanya kekeliruan sebagian masyarakat dalam menafsirkan realitas.
Sesungguhnya, keberadaan harimau di pusat Kerajaan Pajajaran bukanlah hal yang aneh, mengingat kawasan tersebut sudah tidak berpenghuni pasca ditinggalkan sebagian besar penduduknya di penghujung masa kekuasaan Prabu Nilakendra—ratusan tahun sebelum tim Scipio melakukan ekspedisi penelitian.

[7]Sepeninggal para penduduk dan petinggi kerajaan, wilayah Pakuan berangsur-angsur menjadi hutan. Bukanlah suatu hal yang aneh bila akhirnya banyak harimau bercokol di kawasan yang telah berubah rupa menjadi leuweung tersebut.

Kesimpulan

Mitos maung yang dilekatkan pada sejarah Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran pun sudah terpatahkan oleh serangkaian bukti dan catatan sejarah yang telah penulis uraikan. Memang sebagai sebuah sistem simbol, maung telah melekat pada kebudayaan masyarakat Sunda. Simbol dan mitos maung juga menyimpan filosofi serta berfungsi sebagai sistem pengetahuan masyarakat berkaitan dengan lingkungan alam. Hal demikian tentu harus kita apresiasi sebagai sebuah kearifan lokal masyarakat Sunda.
Namun sebagai sebuah fakta sejarah, identifikasi maung sebagai jelmaan Prabu Siliwangi dan pengikutnya merupakan kekeliruan dalam menafsirkan sejarah. Hal inilah yang perlu diluruskan agar generasi berikutnya, khususnya generasi baru etnis Sunda, tidak memiliki persepsi yang keliru dengan menganggap mitos maung Siliwangi sebagai realitas sejarah.
Kekeliruan mitos maung hanya salah satu dari sekian banyak ”pembengkokkan” sejarah di negeri ini yang perlu diluruskan. Hendaknya kita jangan takut menerima realitas sejarah yang mungkin berlawanan dengan keyakinan kita selama ini, karena sebuah bangsa yang tidak takut melihat kebenaran masa lalu dan berani memperbaikinya demi melangkah menuju masa depan akan menjelma menjadi bangsa yang memiliki kepribadian tangguh. Terima kasih.
Sampurasun..
HISKI DARMAYANAKader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sumedang dan Alumni Antropologi FISIP Universitas Padjadjaran.



[1] Kisah mengenai wangsit ini telah menjadi semacam kisah yang sifatnya “tutur tinular” dari generasi ke generasi dalam masyarakat Sunda. Sehingga sulit dilacak dari mana sebenarnya cerita mengenai wangsit ini bermula.

[2] Sebagian kalangan berkeyakinan lambang Pajajaran adalah burung gagak (kini menjadi lambang salah satu perguruan silat di Jawa Barat, Tajimalela). Sementara ada pula yang berpendapat bahwa gajah adalah simbol Pajajaran yang sebenarnya.

[3] Nama Siliwangi sudah muncul di Kropak 630, semacam karya sastra Sunda berjenis pantun pada masa Prabu Jayadewata berkuasa. Seperti halnya nama Prabu Wangi, Siliwangi juga diciptakan oleh para pujangga Sunda sebagai julukan atau gelar bagi Prabu Jayadewata. Selain Siliwangi, Prabu Jayadewata juga mendapat gelar lain, yakni Sri Baduga Maharaja.

[4] Terdapat dalam  naskah Carita Parahyangan. Naskah ini mendokumentasikan kehidupan Kerajaan Sunda-Galuh hingga Pajajaran dari berbagai aspek, seperti politik dan ekonomi.

[5] Maulana Yusuf tiada lain adalah keturunan Prabu Siliwangi dengan Nyi Subanglarang.

[6] Janggawareng merupakan istilah  bagi keturunan kelima dalam sistem kekerabatan Sunda.

[7] Hal ini diceritakan dalam naskah Carita Parahyangan. Migrasi besar-besaran tersebut dilakukan untuk menghindari serangan Pasukan Banten yang sangat gencar. Sementara strategi pertahanan Prabu Nilakendra amat lemah  dan tidak mampu membendung agresi Banten.

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers